DZIKRUL MAUT

DZIKRUL MAUT IMAM ALGHAZALI

 

          ذكر الموت عند الغزالي يشير إلى التذكير المستمر بالموت وتدبر حقيقته وأثره في حياة الإنسان. في كتابه إحياء علوم الدين، يرى الإمام أبو حامد الغزالي أن ذكر الموت هو وسيلة فعالة لتطهير القلب، وتقويم النفس، ودفع الإنسان إلى العمل الصالح والابتعاد عن الذنوب والمعاصي.

          أهمية ذكر الموت عند الغزالي:

1)      تهذيب النفس: ذكر الموت يردع النفس عن التعلق بالدنيا ويدفعها نحو الاستقامة.

2)      الزهد في الدنيا: يجعل الإنسان يدرك حقيقة الدنيا الفانية، فيقلل من التعلق بالماديات والشهوات

3)      الاستعداد للآخرة: يولد ذكر الموت حالة من الاستعداد المستمر للقاء الله، مما يدفع المسلم للقيام بالأعمال الصالحة

4)      تليين القلب: يجعل القلب أكثر خضوعًا لله ويقلل من القسوة والغلظة.

 

       Mengingat Kematian menurut Al-Ghazali mengacu pada upaya mengingat kematian secara terus-menerus serta merenungkan hakikat dan dampaknya dalam kehidupan manusia. Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Imam Abu Hamid Al-Ghazali memandang bahwa mengingat kematian adalah sarana yang efektif untuk membersihkan hati, memperbaiki diri, dan mendorong manusia untuk berbuat baik serta menjauhi dosa dan maksiat.

       Pentingnya Mengingat Kematian menurut Al-Ghazali:

1)      Menjadi Sarana Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa): Mengingat kematian dapat menahan diri dari kecintaan berlebihan terhadap dunia dan mendorongnya untuk hidup lurus.

2)      Zuhud terhadap Dunia: Kesadaran akan kefanaan dunia membuat seseorang tidak terlalu terikat pada materi dan hawa nafsu.

3)      Persiapan untuk Akhirat: Mengingat kematian menciptakan kesiapan terus-menerus untuk bertemu dengan Allah, yang memotivasi manusia untuk beramal saleh.

4)      Melembutkan Hati: Hati menjadi lebih tunduk kepada Allah dan jauh dari kekerasan serta sifat kasar.

 

       كيفية ذكر الموت:

1)      التأمل في حقيقة الموت: التفكير في أن الموت قادم لا محالة.

2)      زيارة القبور: لتذكير النفس بمصيرها المحتوم.

3)      حضور الجنائز: لمشاهدة مراحل الانتقال من الدنيا إلى الآخرة.

4)      التوبة المستمرة: تذكير النفس بالموت يحث الإنسان على التوبة وعدم التسويف.

أقوال الغزالي عن ذكر الموت:يرى الغزالي أن ذكر الموت يجب أن يكون بوعي وتدبر، وليس بمجرد كلام على اللسان، بل بتأثير عميق في السلوك والعمل.قال: "الموت هو المصيبة الكبرى، وأول منازل الآخرة، وآخر منازل الدنيا."ذكر الموت عند الغزالي ليس تخويفًا، بل هو أداة روحية تدفع الإنسان نحو حياة أكثر نُبلًا واستقامة.

       Cara Mengingat Kematian:

1)      Merenungkan Hakikat Kematian: Berpikir bahwa kematian pasti akan datang.

2)      Menziarahi Kubur: Untuk mengingatkan diri akan tempat kembali yang abadi.

3)      Menghadiri Pemakaman: Menyaksikan proses perjalanan manusia dari dunia ke akhirat.

4)      Bertobat Secara Berkesinambungan: Mengingat kematian mendorong seseorang untuk bertobat dan tidak menunda-nunda kebaikan.

Perkataan Al-Ghazali tentang Mengingat Kematian:Al-Ghazali menekankan bahwa mengingat kematian harus disertai dengan kesadaran dan perenungan, bukan sekadar ucapan lisan, melainkan harus memberi dampak yang mendalam pada perilaku dan amal perbuatan.Beliau berkata: "Kematian adalah musibah terbesar, permulaan perjalanan akhirat, dan akhir dari kehidupan dunia."Bagi Al-Ghazali, mengingat kematian bukan untuk menakut-nakuti, melainkan sebagai sarana spiritual yang mendorong manusia menuju kehidupan yang lebih mulia dan lurus.

       في ذكر الموت

1)      عوام

2)      سالك

3)      عارف

 

       Mengunjungi orang sakit dan ziarah kubur merupakan amalan yang akan mendapatkan pahala jika kita mengambil pelajaran (i’tibar) bahwa kita juga akan mengalami kematian. Sebagaimana disebutkan, "Wa inna insya Allah bikum laahikun" (Dan sesungguhnya, insya Allah, kami pun akan menyusul kalian).

       Orang yang dipenjara akan selalu menunggu-nunggu saat kebebasannya tiba. Begitu pula, hadiah bagi orang mukmin adalah kematian, karena dengan kematian ia akan terbebas dari dunia dan menuju kehidupan yang abadi di sisi Allah SWT.

       Banyak orang tidak menyadari bahwa kefakiran sebenarnya dapat memudahkan seseorang kelak di akhirat, karena ia tidak terbebani oleh hisab kekayaan yang berat.

       Umar bin Abdul Aziz pernah berdoa: "Ya Allah, jadikanlah kematianku ini yang paling sakit di antara yang lain karena banyaknya dosaku, sehingga dosa-dosaku dapat dihapus oleh-Mu, Ya Allah SWT."

       Pada zaman Nabi Musa AS, jika seseorang ingin bertaubat, ia diharuskan membunuh dirinya sendiri. Hal ini merupakan hukuman yang memberikan rasa sakit sebagai penebusan dosa, seperti ketika Nabi Musa mendapati umatnya menyembah patung sapi. Hukuman ini memiliki kesamaan prinsip dengan hukuman rajam bagi pezina muhson dalam hukum Islam, yaitu sebagai bentuk penyucian diri dari dosa besar.

       Orang yang bijaksana adalah orang yang senantiasa mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kematian. Hal ini disebabkan oleh tiga alasan utama:

       Mati pasti akan datang.

       Waktu datangnya kematian tidak dapat diketahui.

       Akhirat adalah tempat tinggal yang abadi.

       Oleh karena itu, seseorang harus mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk setiap fase kehidupan setelah mati. Misalnya:

       Di alam kubur: Apa yang akan menjadi penolong kita?

       Di Padang Mahsyar: Apa bekal yang akan meringankan perjalanan kita?

       Saat hisab di Mizan: Apakah amal baik kita lebih berat dari amal buruk?

       Di atas titian Shirat: Apa yang akan membuat kita selamat melaluinya?

       Orang yang pintar tidak akan menyia-nyiakan waktunya di dunia, melainkan akan menggunakan waktu tersebut untuk memperbanyak amal sebagai bekal menuju kehidupan yang abadi.

 

       Mengingat Mati sebagai Pengingat Diri

       Mengingat mati hendaknya dijadikan sebagai bagian dari wirid harian. Mengingat mati dapat dilakukan dengan membaca ayat-ayat Al-Qur'an atau melalui kitab-kitab yang membahas tentang kematian dan akhirat.

       Ciri-ciri Hati yang Keras (قسوة القلب):

  1. Tidak terpengaruh oleh nasihat, sekeras apa pun nasihat yang diberikan.
  2. Tidak merasa sedih ketika melihat orang lain bersedih atau mengalami musibah.

       Ciri-ciri Orang yang Waspada terhadap Kematian:

  1. Tidak berani berhutang tanpa alasan yang sangat mendesak.
  2. Senantiasa berusaha membersihkan diri dari dosa dan kesalahan.
  3. Melunasi semua hutang-hutangnya, baik hutang harta maupun hutang ibadah (qadha).
  4. Meminta maaf dan kehalalan kepada orang lain jika pernah melakukan kesalahan, seperti ghibah, berbohong, atau perbuatan buruk lainnya.

       Seorang yang sadar akan kematian berusaha untuk tidak meninggalkan urusan yang belum selesai, baik dengan sesama manusia maupun dengan Allah SWT. Dengan demikian, ia siap menghadapi kehidupan akhirat tanpa beban yang tertunda.

 

       Persiapan Menuju Kematian

       Sebaiknya, masalah harta atau warisan diselesaikan dan dibagi secara adil sebelum kematian tiba. Dengan demikian, tidak ada lagi perselisihan di antara keluarga yang ditinggalkan.

       Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
من أحب لقاء الله أحب الله لقاءه
"
Barang siapa mencintai perjumpaan dengan Allah, maka Allah pun mencintai perjumpaan dengannya."

       Boleh saja merasa takut akan kematian, tetapi tujuan rasa takut itu haruslah untuk memotivasi diri agar memperbanyak amal ibadah kepada Allah. Meminta panjang umur diperbolehkan jika niatnya adalah untuk memperbanyak ketaatan kepada Allah. Namun, jika umur yang panjang justru dihabiskan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan jauh dari ibadah, maka itu disebut sebagai "angan-angan kosong" belaka.

       Jika Allah tidak menyayangi hamba-Nya, Dia akan mencabut nyawa hamba tersebut secara tiba-tiba dalam keadaan bergelimang dosa. Oleh karena itu, persiapan menuju kematian harus selalu menjadi prioritas dalam hidup seorang mukmin.

 

       Menyikapi Kehidupan dan Kematian dengan Bijak

       Tidak mengapa jika seseorang tidak ingin mati, selama ia berada dalam proses kebaikan. Namun, yang dicela oleh Allah adalah orang yang tidak mau mati karena merasa nyaman dengan kehidupan dunia dan melupakan akhirat.

       Oleh karena itu, seseorang harus jujur dalam niatnya saat berdoa, misalnya ketika memohon panjang umur untuk taat beribadah kepada Allah SWT. Niat ini harus diiringi dengan bukti nyata, yaitu mayoritas waktu hidupnya digunakan untuk ketaatan, bukan dipenuhi dengan kemaksiatan atau kelalaian terhadap Allah.

       Ketika menghadiri acara haul, sebaiknya kita merenungkan bahwa suatu saat kita pun akan berada dalam posisi yang sedang dihauli. Demikian pula, ketika menshalatkan jenazah, kita hendaknya merasakan seolah-olah kitalah yang sedang dishalati. Perasaan ini dapat menguatkan kesadaran akan kematian dan memotivasi diri untuk mempersiapkan bekal terbaik menuju akhirat.

 

       Menghadapi Kematian dengan Kesadaran

       Kematian seringkali dianggap menakutkan karena beberapa alasan berikut:

  1. Mengalami hal yang belum pernah dialami sebelumnya.
    Kematian adalah pengalaman baru yang tak terbayangkan sebelumnya. Oleh karena itu, Rasulullah SAW mengajarkan doa:
    اللهم أعني على الموت وهونه علي
    "
    Ya Allah, bantulah aku menghadapi kematian dan mudahkanlah bagiku."
  2. Melihat malaikat maut secara langsung.
    Seseorang yang sedang sakaratul maut akan langsung berhadapan dengan malaikat maut yang akan mencabut nyawanya.
  3. Melihat setan yang mencoba menggoda.
    Dalam detik-detik terakhir hidupnya, setan berusaha menggoda manusia agar berpaling dari iman. Oleh karena itu, Rasulullah SAW mengajarkan doa:
    اللهم يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك
    "
    Ya Allah, wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu."

       Kematian adalah awal dari kehidupan yang sebenarnya. Jika seseorang meninggal dalam keadaan baik, maka kehidupan setelahnya juga akan baik. Namun, jika seseorang meninggal dalam keadaan buruk, maka kehidupan setelahnya pun akan buruk. Maka dari itu, penting bagi setiap mukmin untuk senantiasa mempersiapkan diri dan menjaga keimanan agar kematian menjadi permulaan yang indah menuju akhirat.

 

       Ziarah Kubur dan Mengingat Mati

       Ziarah ke makam wali membawa keberkahan karena rahmat Allah senantiasa turun kepada wali-wali-Nya. Namun, yang paling utama dari ziarah kubur adalah mengambil pelajaran (i’tibar). Misalnya, ketika melihat banyaknya orang yang berziarah ke makam seorang wali, kita dapat merenungkan bahwa meskipun ia telah meninggal dunia, kebaikannya tetap dikenang dan menginspirasi orang lain.

       Cara Mengingat Allah, Rasulullah, dan Mati

       Mengingat Allah dilakukan dengan menyebut nama-Nya, seperti membaca dzikir "Allah, Allah."

       Mengingat Rasulullah dengan cara bershalawat kepadanya.

       Mengingat kematian tidak dilakukan dengan hanya menyebut “mati-mati,” tetapi melalui perenungan yang mendalam. Beberapa cara untuk mengingat mati antara lain:

       Mengingat orang yang telah meninggal dunia.

       Menjenguk orang sakit.

       Berziarah ke kubur.

       Bertafakur tentang hakikat kematian dan apa yang akan terjadi setelahnya.

       Dengan cara-cara tersebut, mengingat mati menjadi sarana introspeksi diri untuk mempersiapkan bekal menuju kehidupan akhirat.

 

       Hidup dengan Kesadaran akan Kematian

       Terdapat sebuah hadits yang berbunyi:
إذا أصبحت فلا تحدث نفسك بالمساء”
"
Jika engkau berada di pagi hari, jangan pikirkan bahwa engkau akan hidup hingga sore."
Hadits ini mengajarkan bahwa hidup tidak ada jaminan akan berlangsung hingga waktu berikutnya. Manfaat dari pemahaman hadits ini adalah:

  1. Menyegerakan taubat.
    Kesadaran bahwa waktu hidup terbatas mendorong seseorang untuk segera bertaubat atas dosa-dosanya.
  2. Khusyu’ dalam ibadah.
    Menyadari bahwa setiap ibadah bisa menjadi yang terakhir membuat seseorang lebih serius dan khusyu’ dalam beribadah.
  3. Menghindari perbuatan maksiat.
    Dengan menyadari bahwa kematian bisa datang kapan saja, seseorang akan lebih waspada dan menjauhi perbuatan yang dilarang.

       Pemahaman tentang Dunia dan Akhirat
Perkataan sahabat:
اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا”
"
Beramallah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya."
Mengajarkan untuk menjalani pekerjaan duniawi dengan perlahan, tenang, dan tidak terburu-buru, karena dunia ini bersifat sementara.

       Namun, lanjutannya:
واعمل لأخرتك كأنك تموت غدا”
"
Beramallah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok."
Mengajarkan untuk menyegerakan amal akhirat, karena kematian bisa datang kapan saja. Fokus dan prioritas harus diberikan kepada amal yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat, sebab itulah tempat tinggal yang abadi.

 

       Bekal untuk Kematian

       Rasulullah SAW bersabda:
وخذ من حياتك لموتك”
"
Ambillah dari kehidupanmu sebagai bekal untuk kematianmu."

       Dalam kehidupan, terdapat tiga jenis amal yang akan dibawa setelah kematian:

  1. Amal maksiat
    Jika seseorang membawa dosa maksiat, maka hal itu hanya akan menyusahkan dan menyengsarakan dirinya setelah mati. Setiap dosa akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.
  2. Perkara mubah
    Meski tidak berdosa, perkara mubah tetap akan diperhitungkan di akhirat. Sebagaimana kisah Abdurrahman bin Auf RA yang memiliki kekayaan 100% halal, tetapi ia tertahan 500 tahun lebih lama dibandingkan sahabat lainnya untuk masuk surga, karena harus mempertanggungjawabkan hartanya di hadapan Allah SWT.
  3. Perkara ibadah
    Hanya amal ibadah yang akan membawa kebahagiaan di akhirat. Ibadah yang dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Allah akan menjadi bekal utama menuju kehidupan yang abadi di surga.

 

       Pemanfaatan Kesehatan untuk Kebaikan

       Rasulullah SAW bersabda:
ومن صحتك لسقمك”
"
Dan manfaatkanlah kesehatanmu sebelum datang sakitmu."

       Maksud dari hadits ini adalah agar seseorang memanfaatkan masa sehatnya untuk melakukan amal-amal yang bermanfaat dan terus-menerus dijalankan hingga ia mendapatkan pahala meskipun dalam keadaan sakit. Contohnya:

       Jika seseorang senantiasa menjalankan sedekah di masa kayanya, maka di saat ia miskin sekalipun, pahalanya tetap akan mengalir karena ia telah istiqamah melakukannya.

 

       Kesadaran tentang Kematian dan Perbuatan Bermanfaat

       Jangan pernah memastikan diri kita hidup sampai sore, dan jika sudah sore, jangan memastikan diri kita hidup sampai pagi.
Maksudnya adalah perbanyaklah perbuatan yang bermanfaat selama hidup, karena kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput. Setiap amal yang kita lakukan setelah kematian akan menjadi bekal yang terus mengalirkan pahala.

 

       Hawa Nafsu dan Godaan Setan

       Istilah اتباع الهوى” merujuk pada hasrat atau keinginan untuk mengikuti hawa nafsu, yang sering kali membawa seseorang kepada maksiat. Untuk memahami lebih lanjut, berikut adalah perbedaan antara hawa nafsu dan godaan setan:

  1. Godaan setan:
    1. Tujuan setan adalah agar manusia berdosa, tanpa peduli dengan cara atau objeknya.
    2. Contohnya: Jika seseorang memiliki hasrat untuk berzina dengan seseorang (fulanah), tetapi orang tersebut tidak tersedia, setan akan menggoda agar ia menggantinya dengan orang lain.
  2. Hawa nafsu:
    1. Hawa nafsu biasanya terfokus pada objek tertentu. Jika objek tersebut tidak tersedia, hasratnya pun hilang.
    2. Contohnya: Jika seseorang memiliki keinginan untuk berzina dengan fulanah, tetapi orang tersebut tidak ada, maka ia tidak melanjutkan niatnya.

 

       Mengidentifikasi Sumber Gerakan Hati

       Orang yang sedang dalam proses suluk (perjalanan spiritual) harus bisa mengetahui sumber dari gerakan hati mereka. Apakah itu berasal dari hawa nafsu, godaan setan, malaikat, atau petunjuk dari Allah?

       Jika itu dari setan, tujuan utama adalah untuk menjerumuskan manusia ke dalam dosa.

       Jika itu dari hawa nafsu, maka godaan tersebut hanya mengarah pada dosa tertentu.

       Kedua godaan ini jelas buruk bagi kita dan harus dijauhi.

 

       Contoh dalam Ibadah

       Begitu juga dalam hal ibadah, kita harus menjaga niat dan arah perbuatan kita agar sesuai dengan perintah Allah, bukan mengikuti hawa nafsu. Berikut beberapa contoh:

       Seseorang yang banyak melakukan qadha sholat tetapi lebih menyukai sholat sunnah sebagai kesenangan pribadinya, maka ia mengikuti hawa nafsu, bukan perintah Allah.

       Misalnya, seseorang memiliki uang 1 juta dan seharusnya membayar zakat sebesar 25.000, namun ia lebih suka memberi kepada orang lain yang bukan penerima zakat. Ini juga mengikuti hawa nafsu, bukan kewajiban zakat.

       Seseorang yang memiliki kewajiban qadha puasa namun malah lebih memilih untuk berpuasa sunnah.

       Contoh lain, seseorang yang mengerjakan sholat qobliyah subuh tetapi sholat fardhu subuhnya malah dilakukan setelah waktu habis.

 

       Hawa Nafsu yang Terkadang Menyamar dalam Ibadah

       Hawa nafsu kadang-kadang dibungkus dengan ibadah.
Jika ada dua pahala yang berbenturan, satu lebih besar dan yang lainnya lebih kecil, kecenderungan hawa nafsu akan memilih yang lebih kecil, meskipun itu tidak diridhai oleh Allah. Sebagai contoh, berwakaf dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian atau keuntungan duniawi, bukan karena semata-mata mencari ridha Allah.

 

       Kekayaan Bukan Tanda Kasih Sayang Allah

       Kekayaan bukanlah tanda kasih sayang Allah, meskipun seseorang itu ahli ibadah.
Contohnya, seseorang yang kaya karena ia rajin sholat duha. Namun, kekayaannya tidak semata-mata karena sholat duha, karena Allah bisa memberikan kekayaan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, baik kepada orang yang Dia cintai maupun yang tidak, seperti kisah Qarun yang diberi kekayaan.
Namun, Allah memberikan iman hanya kepada orang-orang yang Dia cintai.

 

       Status Mati dan Keutamaan

       Saat seseorang meninggal, ia akan membawa status tertentu, seperti status sebagai PNS, pengusaha, atau pemimpin.
Namun, status yang paling penting saat mati adalah dua hal:

  1. Status sebagai ahli ibadah
  2. Status sebagai ahli penuntut ilmu (baik sebagai pelajar maupun pengajar).

       Status seseorang dilihat dari penggunaan waktu terbanyak dalam hidupnya.

       Jika seseorang adalah ahli ibadah, mayoritas waktunya digunakan untuk beribadah.

       Jika seseorang adalah penuntut ilmu, mayoritas waktunya digunakan untuk menuntut ilmu.

       Sebaliknya, jika seseorang adalah pedagang, mayoritas waktunya digunakan untuk berdagang dan menghitung uang.

 

       Dua Status yang Dibawa Saat Mati

       Jika bisa, mati hanya membawa dua status: yaitu status sebagai ahli ibadah dan status sebagai penuntut ilmu. Penuntut ilmu terbagi menjadi dua, yaitu belajar dan mengajar. Perubahan status ini ditentukan oleh banyaknya waktu yang digunakan dalam hidupnya.

       Malu Lebih Hebat dari Takut

       "الحياء" (malu) lebih hebat dari "الخوف" (takut). Takut hanya menjauhkan seseorang dari dosa, namun malu lebih dari itu. Malu akan menumbuhkan "مراقبة الله" (pengawasan Allah), sehingga seseorang akan merasa diawasi oleh Allah dalam setiap tindakan. Misalnya, dalam sholat, menutup aurat saja tidak cukup, tetapi harus menutup aurat hati juga.

       Mempersiapkan Kehidupan Akhirat

       Oleh karena itu, kita harus mempersiapkan rumah dan kendaraan kita di akhirat kelak, agar kita mati dalam keadaan nyaman, karena telah mempersiapkannya ketika di dunia.

 

 

       Waktu yang Afdhol untuk Sholat Witir

       Sholat witir yang afdhol adalah setelah sholat Isya, karena jika diakhirkan hingga akhir malam, itu dinamakan "طول الأمل" (panjang angan-angan), menurut sebagian ulama.

       Rakus dan Panjang Angan

       Rakus dan "طول الأمل" (panjang angan-angan) tidak akan pernah "tua," meskipun secara umur seseorang sudah "tua."

       Jika seseorang masih merasa hidupnya panjang, maka itu disebut "طول الأمل" (panjang angan-angan).

       Makna dari "أعوذ بك من أمل يمنع خير العمل"

       "أعوذ بك من أمل يمنع خير العمل" artinya adalah berlindung kepada Allah dari panjang angan-angan yang menghalangi amal baik. Panjang angan-angan yang tercela adalah yang membuat seseorang menjadi bakhil dan menunda taubat. Namun, jika seseorang memiliki panjang angan-angan dan ia gunakan waktunya untuk memperbanyak amal, bersedekah, dan bertaubat, maka itu adalah perbuatan yang terpuji.

 

       Malu Lebih Tinggi Derajatnya daripada Takut

       Sebenarnya, boleh saja seseorang memiliki harta dunia sebanyak-banyaknya untuk masa yang akan datang. Memiliki tanah yang luas dan banyak juga diperbolehkan, asalkan ia tidak kehilangan rasa malu kepada Allah SWT.

       Orang tersebut telah terperangkap dalam panjang angan-angan.

       Contohnya, ketika kita menghadiri sebuah acara (kondangan), kita diperbolehkan untuk mengambil makanan di prasmanan sebanyak yang kita inginkan. Namun, kita akan merasa lebih bijak untuk mengambil secukupnya. Jika seseorang mengambil terlalu banyak, itu boleh saja, tetapi ia tidak memiliki rasa malu.

       Begitu juga dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang boleh saja memakai sempak saat tidur sendirian di dalam kamar. Namun, jika ia tidak memiliki rasa malu kepada Allah, maka itulah yang perlu diperbaiki.

       Rasa malu yang sejati muncul karena rasa malu kepada Allah, atau karena pengawasan Allah, atau yang disebut dengan muraqabah (pengawasan diri terhadap Allah).

 

 

       Hakikat Zuhud terhadap Dunia

       Hakikat zuhud terhadap dunia adalah memperpendek angan-angan dan tidak merasakan umur ini panjang.

       Orang yang tidak memiliki dosa tidak akan berangan-angan untuk hidup selamanya. Namun, jika seseorang banyak berdosa, ia cenderung berangan-angan hidup selamanya. Seperti Nabi Adam, karena kesalahannya, yang dulu rindu untuk bertemu Allah, akhirnya berubah dan ingin hidup selamanya di dunia.

 

       Nabi Adam dulunya rindu ingin bertemu Allah, tetapi ketika berbuat kesalahan, ia ingin hidup lebih lama di dunia karena ingin bertaubat kepada Allah Swt.

       Orang yang tidak memiliki dosa tidak akan berangan-angan untuk hidup selamanya di dunia. Namun, jika seseorang banyak berdosa, ia akan berangan-angan hidup lama di dunia.

       (ما قدمت لغد) Artinya: "Apa yang sudah diperbuat untuk akhirat?"

       Semua aib dosa akan dibuka di Padang Mahsyar. Jika di dunia seseorang sering menutupi aib orang lain, maka ia akan dihisab secara tersembunyi (مستور). Sebaliknya, jika seseorang suka membuka aib orang lain, maka hisab akan dilakukan secara terbuka.

 

       وإذ قال إبراهيم رب أرني كيف تحيي الموتى قال أولم تؤمن قال بلى ولكن ليطمئن قلبي قال فخذ أربعة من الطير فصرهن إليك ثم اجعل على كل جبل منهن جزءا ثم ادعهن يأتينك سعيا واعلم أن الله عزيز حكيم .

       Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

 

·         Manusia yang paling banyak mendapatkan rahmat atau magfirah adalah mereka yang merasa paling rendah hati (tawadhu) atau merasa dirinya paling jahat dan penuh dosa di setiap perkumpulan. Hal ini diibaratkan seperti hujan: tempat yang paling rendah adalah tempat yang paling banyak menampung air.

·         Cara terbaik untuk mengingat dan mempersiapkan diri menghadapi kematian adalah dengan:

  1. Menyegerakan taubat.
  2. Tidak berhutang dan melunasi hutang.
  3. Jika memiliki titipan atau ingin memberikan wasiat atau wakaf, maka beritahukan hal tersebut kepada ahli waris.
  4. Memperbanyak ibadah kepada Allah.
  5. Bertaubat setiap hari.

·         Persiapan menghadapi kematian bukanlah dengan menentukan waktu atau hal lainnya, karena hal itu adalah urusan bagi mereka yang masih hidup.

·         Seseorang yang rutin ke masjid tidak akan takut menghadapi kematian. Sebab, jika ia meninggal di masjid, ia akan merasa bersyukur. Namun, berbeda halnya jika ia berada di pasar atau tempat maksiat; ia akan merasa takut jika meninggal di tempat tersebut.

 

·         Barangsiapa yang merasa memiliki umur panjang, maka ia cenderung lemah dalam menjalankan ibadah kepada Allah.

·         Segala sesuatu yang menyibukkanmu dari ibadah kepada Allah adalah kesialan. Sebagai contoh, jika seseorang terlalu sibuk mencari uang hingga meninggalkan kewajiban menuntut ilmu, beribadah, berzikir, dan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, maka uang tersebut dapat menjadi penyebab kesialan. Uang itu mungkin halal, tetapi tidak thoyyib (berkah). Oleh karena itu, kita berdoa kepada Allah dengan mengucapkan:

اللهم انا نسألك الرزق حلالا طيبا


Artinya: Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu rezeki yang halal dan baik.

·         Kita memohon rezeki yang halal yang tidak mengganggu atau menghalangi ibadah kepada Allah Swt.

·         Manusia akan melewati lima alam kehidupan:

  1. Alam arwah (tempat ruh sebelum ditiupkan ke jasad).
  2. Alam rahim (masa di dalam kandungan).
  3. Alam dunia (kehidupan di dunia fana).
  4. Alam barzakh (kehidupan setelah kematian hingga hari kiamat).
  5. Alam akhirat (surga atau neraka sebagai tempat kembali yang kekal).

 

·         Imam Al-Ghazali menggambarkan dunia seperti seorang perempuan cantik. Setiap orang yang menikahinya pasti akan meninggal. Oleh karena itu, orang yang berakal tidak akan tertipu oleh kecantikan perempuan tersebut.

·         Segala kebahagiaan dunia yang kita raih, pada hakikatnya, harus dibayar dengan kesusahan yang berlipat ganda. Sebagai contoh, makan enak dengan harga 1 juta rupiah memerlukan kerja keras selama satu minggu, hanya untuk menikmati makanan tersebut selama satu jam.

·         Berbeda dengan akhirat. Ketika kita berusaha untuk akhirat, ganjaran yang kita peroleh akan berlipat ganda dan jauh melebihi usaha yang kita lakukan.

 

Manusia dalam hal panjang harapan hidup memiliki beberapa tingkatan:

  1. Berharap hidup selamanya, seperti orang-orang kafir yang tidak percaya kepada kehidupan akhirat.
  2. Berharap hidup sepanjang usia yang biasa ia saksikan, misalnya 63 tahun, 100 tahun, atau usia orang-orang di sekitarnya.
  3. Berharap hidup satu tahun lagi, sehingga ia hanya membuat rencana untuk satu tahun ke depan tanpa memikirkan lebih jauh.
  4. Berharap hidup satu hari saja, maka ia hanya menyiapkan diri untuk hari esok tanpa memikirkan hari-hari setelahnya.
  5. Berharap hidup beberapa jam saja, seperti dalam sabda Nabi :
    "إذا أصبحت فلا تنتظر مساء" – "Jika engkau telah berada di waktu pagi, jangan menunggu hingga petang."
  6. Tidak banyak berharap, sebagaimana dalam doa:
    "لعلي لا أبلغه" – "Semoga aku tidak sampai ke sana."
  7. Membayangkan kematian selalu berada di depan matanya, seperti orang yang melaksanakan sholat perpisahan (sholatul muwaddi’), dengan menghadirkan keikhlasan seolah itu adalah sholat terakhirnya.

 

 

·         Manfaat memendekkan ‘amal (angan-angan hidup lama) adalah agar kita tidak menunda ibadah dan terhindar dari sifat malas, sebagaimana fungsi khauf untuk mencegah kita berbuat maksiat dan raja’ untuk memotivasi kita agar gemar beribadah kepada Allah Swt.

·         Jika amal ibadah seseorang sudah teratur, maka tidak perlu terus-menerus mengingat kematian. Namun, Nabi Muhammad tetap mengajarkan qashrul amal (memendekkan angan-angan) dan istighfar setiap hari untuk memberikan contoh kepada umat Islam, khususnya kepada awam al-muslimin (kaum Muslim awam). Meskipun Nabi sejatinya tidak membutuhkan istighfar karena beliau adalah ma‘shum (terjaga dari dosa), beliau tetap melakukannya sebagai teladan bagi umatnya.

·         Sebagaimana disebutkan:

ذكر الموت هو عبادة فليجعل وردا

·        
“Mengingat kematian adalah ibadah, maka jadikanlah ia sebagai wirid (amalan rutin).”

·         Contoh praktik mengingat kematian adalah membiasakan diri untuk berbaring menghadap kiblat setelah melaksanakan sunnah subuh. Kebiasaan ini dapat membantu kita mengingat kematian dan alam kubur.

 

·         Qashrul amal (memendekkan angan-angan) bertujuan untuk meraih lazzatul munajat (kelezatan bermunajat kepada Allah). Jika seseorang masih hidup di sore hari, ia bersyukur kepada Allah, dan jika keesokan paginya ia masih hidup, ia kembali bersyukur kepada Allah.

·         Tanda-tanda kematian sudah dekat dapat dilihat dari:

  1. Dari tubuh kita sendiri: muncul uban, mulai pikun, badan melemah, dan kemampuan fisik menurun.
  2. Dari luar tubuh kita: banyak teman, kerabat, atau orang-orang seangkatan yang telah meninggal dunia.

·         Perlu dipahami bahwa qashrul amal (memendekkan angan-angan) dan thulul amal (panjang angan-angan) bukanlah tujuan akhir. Keduanya adalah sarana untuk mendorong kita agar segera beramal, bertaubat, melunasi hutang, dan melaksanakan kewajiban lainnya tanpa menunda-nunda.

 

·         Dalam hadits disebutkan: "Manfaatkan waktu mudamu sebelum tua" dan "Manfaatkan sehatmu sebelum sakit." Mengapa demikian? Karena ibadah yang dilakukan di usia muda atau di bawah 40 tahun sangat dihargai oleh Allah dengan nilai yang besar. Oleh sebab itu, waktu muda dan kesehatan adalah kesempatan yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin, misalnya dengan melaksanakan sholat, berzikir, dan bersedekah.

·         Semakin muda dan semakin sehat seseorang, semakin tinggi pula pahala yang diperolehnya. Sebagai contoh, sedekah sebesar 10.000 saat seseorang masih muda lebih besar pahalanya dibandingkan dengan sedekah yang sama saat sudah tua.

·         Orang yang kehilangan kaki akan memahami betapa berharganya kaki, tetapi bagi yang masih memilikinya, sering kali mereka tidak merasakan betapa besar nikmat tersebut.

 

Su’ul Khotimah terbagi menjadi dua:

  1. Kubro: Mati dalam keadaan kafir atau murtad.
  2. Sughro: Mati dalam keadaan Islam, tetapi lupa kepada Allah dan terlalu mencintai dunia.

Husnul Khotimah juga terbagi menjadi dua:

  1. Kubro: Di akhir hayatnya, seseorang mampu mengucapkan la ilaha illa Allah.
  2. Sughro: Meski tidak sanggup mengucapkan la ilaha illa Allah, ia tetap mengingat Allah, misalnya dengan berzikir seperti Allah, Allah atau Alhamdulillah, dan zikir lainnya.

 

·         Yang paling baik adalah kita yang menunggu malaikat maut, bukan dalam keadaan sakit sehingga malaikat maut yang menunggu kita.

·         Hendaklah kita bersikap pelan-pelan dalam segala urusan, kecuali dalam urusan akhirat. Dalam urusan akhirat, kita harus bersegera.

·         Bayarlah hutang walaupun belum jatuh tempo, karena menunda pelunasan hutang bisa menjadi penghalang bagi amal kebaikan.

·         Seperti kuda yang melihat garis finis, ia akan berlari secepat mungkin untuk mencapainya. Demikian pula, seorang mukmin seharusnya berusaha sebaik mungkin mendekat kepada Allah, terutama di akhir hidupnya.

·         Jika kita mencari Nabi Muhammad di akhirat, beliau berada di mizan (timbangan amal). Jika amal kebaikan kita banyak, maka Nabi akan tersenyum. Namun, jika amal kejahatan kita lebih banyak, Nabi akan memohonkan syafaat, kecuali untuk urusan yang melibatkan hak sesama manusia. Dalam hal ini, Nabi tidak dapat membantu, karena urusan tersebut harus diselesaikan langsung dengan orang yang bersangkutan.

 

·         Jika seseorang banyak dosanya, maka Nabi Muhammad akan menunggu di ujung sirat al-mustaqim untuk memberikan syafaat kepada umatnya yang tidak bisa menyebranginya.

·         Oleh karena itu, jika seseorang banyak dosa, bukan berarti ia akan tergelincir di sirat selama Nabi Muhammad memberikan syafaatnya.

·         Jangan terlalu banyak merencanakan, yang terbaik adalah melaksanakan amal ibadah yang baru dan menutup aib atau kesalahan yang lama dengan taubat dan perbaikan.

 

·         Seandainya kita tidak menemui kesusahan kecuali "sakaratul maut," maka itu sudah cukup untuk membuat kita bersiap-siap menghadapinya.
Seorang buronan polisi tidak akan pernah merasa tenang dalam hidupnya.

·         Sebenarnya, yang merasakan sakit itu adalah roh seseorang, bukan jasadnya. Contohnya, jika roh sudah tidak ada, maka tubuh tidak akan merasakan sakit lagi.
Ketika nyawa dicabut, yang merasakan sakit langsung adalah roh, karena saat itu roh terpisah dari jasad, dan rasa sakit yang dialami sangat luar biasa.

·         Siapa yang khawatir akan kematian, maka dia akan lebih tenang dalam menghadapi kematian tersebut.

 

·         Sakaratul maut di rumah itu lebih pedih daripada sakaratul maut di medan perang.
Jika ada orang yang sudah mati, maka apabila dia hidup kembali, dia pasti tidak akan lagi mengurus dunia dan hanya akan beribadah kepada Allah Swt.
Mati dalam keadaan tenang dan nyaman bukanlah jaminan untuk masuk surga, karena itu bukanlah ukuran. Yang pasti masuk surga adalah orang-orang yang pernah diberi kabar gembira oleh Nabi Muhammad Saw.

·         Bagi orang beriman, sakitnya sakaratul maut akan berpahala. Bahkan, para Nabi pun mengalami sakit saat sakaratul maut.
Orang mukmin sudah menyiapkan bekal untuk akhirat, sedangkan orang kafir belum sempat bertaubat.
Sakit saat kematian juga bisa menjadi pahala atau penebus dosa.

 

Bencana kematian ada tiga:

  1. Saat nyawa dicabut.
  2. Melihat langsung Malaikat Maut.
  3. Melihat setan.

·         Ada cerita tentang Nabi Ibrahim yang diperlihatkan Malaikat Izrail ketika mencabut nyawa orang-orang yang zalim.
Malaikat Maut akan menampakkan wajah yang paling baik ketika mencabut nyawa orang yang taat kepada Allah.
Malaikat Izrail datang tidak sendirian, tetapi bersama dengan Malaikat Rahmat, Malaikat Azab, Raqib, dan Atid.

·         Raqib dan Atid adalah malaikat yang mengawal amal perbuatan manusia. Setelah orang yang mereka kawal meninggal, mereka "pensiun" dari tugasnya.
Tidak ada yang berhak menentukan apakah seseorang masuk surga atau neraka, kecuali apa yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad Saw dengan kabar gembira.

 

 

KERINDUAN KEPADA ALLAH (الشوق إلى الله )

قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ». قَالَتْ عَائِشَةُ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا-: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَهُوَ الْمَوْتُ؟ فَكُلُّنَا يَكْرَهُ الْمَوْتَ. قَالَ: «لَا يَا عَائِشَةُ، وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا حَضَرَ أَجَلُهُ؛ بَشَّرَتْهُ الْمَلَائِكَةُ بِرَحْمَةِ اللَّهِ، وَرِضْوَانِهِ؛ فَيُحِبُّ لِقَاءَ اللَّهِ، وَيُحِبُّ اللَّهُ لِقَاءَهُ، وَالْكَافِرُ مَتَى حَضَرَ أَجَلُهُ؛ بُشِّرَ بِغَضَبِ اللَّهِ وَعِقَابِهِ، فَيَكْرَهُ لِقَاءَ اللَّهِ؛ فَيَكْرَهُ اللَّهُ لِقَاءَهُ».

·         Rasulullah bersabda: "Barang siapa mencintai perjumpaan dengan Allah, maka Allah mencintai perjumpaan dengannya. Dan barang siapa membenci perjumpaan dengan Allah, maka Allah membenci perjumpaan dengannya."

·         Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah itu (maksudnya) kematian? Sebab kami semua tidak suka mati."

·         Beliau menjawab: "Bukan begitu, wahai Aisyah. Akan tetapi, seorang mukmin, ketika ajalnya telah tiba, malaikat memberi kabar gembira kepadanya dengan rahmat Allah dan keridhaan-Nya; maka ia mencintai perjumpaan dengan Allah, dan Allah mencintai perjumpaan dengannya. Sedangkan orang kafir, ketika ajalnya telah tiba, ia diberi kabar tentang murka Allah dan siksa-Nya; maka ia membenci perjumpaan dengan Allah, dan Allah membenci perjumpaan dengannya."

 

DOA RINDU

اللَّهُمَّ يَا رَبَّ بِجَاهِ نَبِيِّكَ الْمُصْطَفَى وَرَسُولِكَ الْمُرْتَضَى طَهِّرْ قُلُوبَنَا مِنْ كُلِّ وَصْفٍ يُبَاعِدُنَا عَنْ مُشَاهَدَتِكَ وَمَحَبَّتِكَ، وَأَمِتْنَا عَلَى السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالشَّوْقِ إِلَى لِقَائِكَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ، وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

·         "Ya Allah, wahai Tuhan, demi kehormatan Nabi-Mu yang terpilih dan Rasul-Mu yang diridhai, sucikanlah hati kami dari segala sifat yang menjauhkan kami dari menyaksikan dan mencintai-Mu. Wafatkanlah kami dalam keadaan berpegang pada sunnah dan jamaah, serta dalam kerinduan untuk berjumpa dengan-Mu, wahai Tuhan yang memiliki keagungan dan kemuliaan. Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada junjungan kami Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, dan semoga Allah memberikan keselamatan yang sempurna kepada mereka. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam."

منقول من كتاب شواهد الحق في الاستغاثة بسيد الخلق للإمام النبهاني رصى الله عنه

·         Barang siapa yang kematiannya disertai dengan ketakutan akan neraka, maka ia termasuk calon penghuni surga. Sebaliknya, jika seseorang tidak merasa risau, itu bisa menjadi tanda bahwa ia akan masuk neraka.

·         Banyak orang kaya yang menangis karena khawatir dengan hartanya.

·         Saat melakukan talqin mayit, jangan berbicara terlalu keras atau memaksakan, karena jika demikian, orang yang sedang sakaratul maut bisa merasa benci dengan kalimat tauhid dan berakhir dengan su'ul khatimah.

·         Ketika seseorang sedang sakaratul maut, ia tidak bisa beramal dengan gerakan fisik. Maka, amal yang paling baik pada saat itu adalah amal hati, dan amal hati yang paling baik adalah husnu dzan kepada Allah Swt.

·         Husnu dzan kepada Allah berarti kita meyakini bahwa Allah selalu memiliki niat baik untuk kita. Contohnya, ketika bala atau musibah datang, kita tetap ridha kepada Allah, seperti seorang pasien yang pasrah kepada dokter yang sedang membedah perutnya untuk kesembuhan.

·         Saat seseorang menghadapi sakaratul maut, bacakanlah Al-Qur'an, hadits, atau kisah-kisah ulama yang dapat menumbuhkan husnudzan (prasangka baik) kepada Allah. Ceritakan tentang kebaikan-kebaikan Allah, sehingga ia dapat menghadapi kematian dalam keadaan penuh cinta kepada-Nya. Misalnya, kisahkan bahwa ada orang yang memiliki banyak dosa, tetapi Allah mengampuni mereka dan memasukkan mereka ke dalam surga.

·         Selain itu, sebutkan amalan-amalan baik yang pernah ia lakukan, seperti kegemarannya bersedekah, sholat tahajud, atau kebiasaannya membantu orang yang kesulitan. Yakinkan bahwa Allah pasti menyayanginya karena kebaikan-kebaikan tersebut. Dengan begitu, ia dapat merasa tenang dan penuh harapan akan rahmat Allah.

·         Oleh karena itu, perbanyaklah berbuat kebaikan selama hidup agar kebaikan-kebaikan tersebut dapat disebutkan dan menjadi pengingat di saat-saat terakhir. Sebaliknya, jika seseorang banyak berbuat keburukan, maka apa yang bisa dikenang dari dirinya? Maka, jadilah orang yang dikenang dengan kebaikan.

·         Malaikat maut akan senang jika salamnya dijawab dan kedatangannya disambut dengan kerelaan. Namun, ketika seseorang bertemu dengan malaikat maut, biasanya ia akan meminta agar kematiannya ditunda, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an: (لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ) “Tundalah kematianku sedikit waktu lagi.”

·         Setiap orang dapat "berkomunikasi" dengan malaikat maut dalam arti merasakan kedatangannya. Namun, jawaban malaikat maut selalu sama: “Ajalmu telah tiba dan waktumu telah habis.” Oleh karena itu, janganlah menunda-nunda berbuat kebaikan, terutama dengan menggunakan harta yang kita miliki untuk amal shaleh, karena kita tidak tahu kapan waktu kita akan habis.

·         Sebagian ulama mengajarkan untuk berdoa meminta panjang umur yang diberkahi, terutama pada malam Nisfu Sya’ban. Namun, yang lebih penting adalah memanfaatkan waktu yang diberikan oleh Allah untuk memperbanyak amal shaleh dan kebaikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

فَالْمَقْصُودُ مِنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ لِلزَّائِرِ

فَمِنْ آدَابِ حُضُورِ الْجِنَازَةِ

العقل المدرك